APTB vs Sopir Angkot di Kota Bogor
Tidak sengaja saat saya membuka
twitter, saya melihat sebuah link yang berisikan berita ditolaknya kembali APTB
Bubulak – Blok M oleh sopir angkot di Bogor (mungkin khususnya angkot 02/03).
Tertarik untuk membacanya, saya membuka link tersebut. Menurut para sopir
angkot tersebut, pendapatan mereka menjadi berkurang dengan adanya APTB. Mereka
juga sempat memblokir dan “mengusir” APTB untuk tidak masuk ke Terminal Bubulak
sejak awal APTB diluncurkan. Para sopir angkot tersebut menganam akan mogok
kerja dan melakukan penghadangan jika APTB tetap dioperasikan. Ada lagi saya
mengutip perkataan Kasi Angkutan DLLAJ Kota Bogor yang katanya trayek tersebut
baru sebatas wacana. “Banyak warga Bogor yang menghendaki adanya bus trayek
Bogor – Blok M yang terintegrasi dengan Trans Jakarta. Namun, banyak pula dari
awak dan pemilik angkot yang menolaknya.” (poskotanews.com – 8 September 2013)
Bagi yang belum mengetahui, APTB
(Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus TransJakarta) merupakan kendaraan
alternatif yang diluncurkan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk mendorong
masyarakat menggunakan angkutan massal. Rutenya pun bermacam-macam, antara lain
Bekasi – Pulogadung, Tangerang – Taman Anggrek, Ciputat – Kota, Cibinong –
Depok, Rawamangun – Bogor, Bekasi – Tanah Abang, dan Bekasi – Bundaran HI
(Kompas.com – 21 Mei 2013). Rute-rute tersebut terintegrasi dengan bus
transjakarta sehingga tidak akan dikenakan biaya lagi jika harus transit
berpindah bus transjakarta. Ada wacana bahwa rute APTB ini akan bertambah lagi
yaitu Bogor – Blok M.
Saya sendiri mengetahui dan
memutuskan untuk naik APTB atas saran seorang teman di kantor tempat saya
magang dulu. Bulan April lalu saya magang di tvOne, dan mba Mayya menyarankan
untuk menggunakan APTB saja karena lebih dekat dengan tempat saya ngekos
dibandingkan saya harus naik commuter line. Saat itu, APTB masih sepi belum
terlalu banyak peminatnya. Mungkin karena masih baru dan tidak jadi di Terminal
Bubulak (didemo oleh sopir angkot) sehingga orang berpikir APTB sudah tidak
beroperasi. Semakin kesini, APTB semakin banyak peminatnya. Bahkan kondekturnya
sudah menyiapkan Koran-koran bekas sebagai alas duduk penumpang yang tidak
kebagian kursi daripada membiarkan mereka berdiri (mengingat Jakarta – Bogor
sering macet). Pelayanan yang ramah dari awak APTB membuat penumpang juga
nyaman. Apalagi sekarang dengan adanya tarif progresif KRL membuat CL overload di jam berangkat dan pulang
kerja serta tak jarang CL mengalami gangguan. Hal tersebut membuat para
penumpang CL sedikit beralih ke APTB (apalagi jika kantornya sejalan atau lebih
cepat jika naik APTB). Ya, saya mendapat cerita-cerita tersebut dari para
penumpang APTB saat saya berangkat ke kantor waktu itu. Dari Bogor sendiri,
kita bisa naik dari halte-halte Trans Pakuan di Jalan Baru (Jl. Sholeh Iskandar).
APTB selalu meng-update twitter-nya terkait jam-jam
keberangkatannya sehingga para penumpang tahu kapan harus siap.
Yang menjadi masalah adalah para
sopir angkot menganggap adanya APTB mengambil lahan pundi-pundi uang mereka.
Dari yang biasanya mereka mendapat penumpang untuk ke stasiun, sekarang jadi
berkurang karena beberapa lebih memilih naik APTB. Jadilah saat itu APTB yang
sudah masuk di Terminal Bubulak didemo dan “diusir” untuk tidak masuk ke
Terminal Bubulak lagi. Saya tahu hal tersebut dari salah satu pengelola APTB
Bogor – Rawamangun. Saat itu saya sempat berbincang-bincang dengan beliau
terkait “sepak terjang” si APTB ini dan rencana ke depannya. Beliau bercerita
tentang kejadian “penolakan” oleh sopir angkot tersebut. Sempat bingung dimana
pangkalan yang baru dan akhirnya memutuskan di perempatan Sindang Barang (SBJ).
Beliau mengakui pernah ditawari lagi untuk menempati Terminal Bubulak, tetapi
mereka menolak dengan alasan tidak ingin hal serupa terjadi lagi.
“Niat kami baik kok, sama sekali tidak bermaksud untuk mengambil lahan pendapatan para sopir angkot. Adanya APTB Bogor – Rawamangun ini karena dirasa perlu bagi para pekerja di Jakarta, apalagi kereta yang sekarang murah tapi selalu sesak. Kami ingin membuat nyaman para penumpang supaya bisa istirahat dulu di perjalanan sebelum sampai kantor. Kalo jam kerja naik kereta kan jadi nggak bisa tidur. Toh nggak semuanya kan yang naik kereta pindah ke APTB, sesuai kebutuhan masing-masing saja. Harusnya sopir angkot tidak perlu khawatir.”
Memang benar, harusnya sopir
angkot tidak perlu khawatir. Bahkan bisa saja sopir angkot ikut mengambil
keuntungan dengan adanya APTB. Pengalaman saya saat pulang kerja dan sampai
Bogor sekitar jam 8-9 malam atau mungkin lebih (jika macet), saya susah
mendapat angkot untuk sampai di lampu merah Laladon. Angkot 32 sudah jarang,
sekalinya ada sudah penuh sedangkan yang turun dari APTB ada 5 orang atau lebih
(biasanya). Jadi harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan angkot.
Mengapa tidak angkot yang merasa
dirugikan dengan adanya APTB mangkal saja di perempatan SBJ arah laladon? Toh
perempatan SBJ arah laladon kan masih trayek angkot 02/03 bukan? Bagi para
penumpang APTB yang tidak dijemput, adanya angkot dari perempatan SBJ amat
sangat membantu. Jarak antara perempatan SBJ sampai lampu merah Laladon bukan
jarak yang dekat untuk ditempuh dengan berjalan kaki, apalagi malam hari dan
lelah karena pulang kerja. Kami pun membayar Rp 2.000,- (harga setelah BBM
naik) dari perempatan SBJ sampai lampu merah Laladon. Bukannya hanya selisih
sedikit dengan ongkos Laladon – stasiun Bogor? (beberapa sering membayar Rp
2.500,- untuk sampai ke stasiun dari Laladon). Saya yakin pasti ada jalan
tengah, semacam win win solution,
akan masalah ini dibandingkan dengan berdemo, menolak adanya APTB ini. Toh
dengan mogok kerja dan demo, mereka justru kehilangan pendapatannya hari itu
kan? Mending waktunya digunakan untuk mangkal di perempatan SBJ, menunggu APTB
yang datang jarak 30-45 menit sekali (jika tidak macet) dan membawa penumpang
untuk sampai ke lampu merah Laladon.
Ini hanya pendapat pribadi saya
yang sempat menjadi pengguna rutin APTB selama 3 bulan. Saya masih membutuhkan
angkot untuk sampai ke lampu merah. Semoga saja, Dinas Perhubungan ataupun
DLLAJ dapat memberikan solusi terbaik yang bisa menguntungkan kedua belah pihak
karena transportasi umum semacam APTB sangat dibutuhkan bagi para pekerja yang
tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta. Ya, semoga.
*Artikel bisa dibaca di
Dua Rute APTB Transjakarta ke Bekasi
dan Sopir Angkot Tolak Bus APTB Bogor - Blok M
Setuju Mas...
ReplyDeletekapan ya APTB bogor blok M jalan lagi..
udah jalan lagi dari minggu kemarin. semoga tidak ada demo-demoan lagi dari para sopir angkot
ReplyDelete