PINOCCHIO PARENTING: saat berbohong pada anak menjadi sebuah trend dalam kehidupan keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seseorang dididik dan dibesarkan. Dalam resolusi majelis umum PBB dinyatakan bahwa keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggota keluarganya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera. Mengacu pada teori Bronfenbrenner, seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi pertama dan langsung oleh lingkungan keluarga, baru setelah itu oleh lingkungan di luar keluarga, dari lingkungan mikro sampai makro. Apapun penyimpangan yang terjadi dalam proses pembentukan individu bergantung pada serangkaian hasil pengaruh keluarga dan lingkungan luarnya.
Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (Schikendanz, 1995). Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi orang tua, terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlibat, karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter anak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968).
Kali ini saya ingin mengangkat suatu tipe pengasuhan bernama “Pinocchio Parenting” yang dicetuskan oleh Dr. Chuck Borsellino. Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan teknik berbohong dalam mengajari anak. Banyak orang tua menggunakan metode ini agar anak menurut dengan apa yang diharapkan oleh mereka. Disadari atau tidak penggunaan metode ini memiliki dampak yang kurang baik terhadap perkembangan anak ke depannya. Seperti yang kita tahu, anak akan lebih sering meniru perilaku orang tuanya, termasuk hal-hal yang kecil sekalipun, karena orang tua merupakan role models bagi anak.
Sebagai contoh berikut saya berikan dalam rentang usia yang berbeda:
· Usia 0-3 tahun
Anak sering ditakut-takuti jika tidak melakukan apa yang orang tua katakan, misal “ayo makan, nanti kalau tidak makan diambil gendruwo”, “ayo tidur, nanti kalau tidak tidur ada pocong datang”, “kalau sudah malam, maennya di dalem rumah aja ya biar ngga diculik kalongwewe”, “tuh jangan maen jauh-jauh, nanti diculik kaya di televisi” dan masih banyak lagi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh orang tua kepada anaknya agar si anak mau menuruti kata-katanya.
Sebagai orang tua, sebaiknya berhati-hati saat bercerita apapun kepada anaknya. Ada saatnya cerita-cerita tersebut haruslah tidak diceritakan saat ini. Karena jika terus dibiasakan, akan membuat mental anak menjadi individu yang penakut. Dalam otak anak secara tidak langsung telah ditanamkan bahwa apa yang disebutkan oleh orang tua adalah sesuatu yang menakutkan. Saya ambil contoh, tentang penculikan yang dimisalkan seperti film-film di televisi untuk menakut-nakuti anak supaya tidak bermain jauh. Teman saya mengalami hal yang demikian. Sewaktu dia kecil, dia beranggapan bahwa mobil jeep adalah mobil penculik, sehingga dia takut kalau ada mobil jeep berarti di dalamnya berisi penculik yang akan menculik anak-anak.
· Usia 4-7 tahun
Pada usia ini, perkembangan anak mulai dipengaruhi oleh peer group. Sebagai contoh, ketika seorang anak pulang ke rumah, menangis dan mengadu ke ibunya kalau temannya mengejek hasil karyanya, kebanyakan ibunya akan menanggapi dengan kalimat, “sayang, yang terpenting adalah di dalamnya, kamu ngga usah dengerin apa kata orang lain ya”. Efek dari kalimat yang diucapkan oleh ibu tersebut akan membuat anak menjadi pribadi yang cuek terhadap penampilannya dan cenderung kurang percaya dengan omongan orang lain.
· Usia 8-12 tahun
Ada istilah yang menyatakan bahwa “the best things in life are free”. Padahal yang kita tahu, bahwa untuk mendapatkan yang terbaik dalam hidup, harus ada “biaya” yang dikeluarkan, seperti keberanian, dedikasi, uang, pengorbanan dan komitmen. Seperti kata pepatah, whatever you earn cheaply, you will also value to the same degree, apa yang kamu peroleh dengan murah, kamu juga akan memperoleh sesuatu yang senilai pula. Istilah lain menyebutkan bahwa “you can be anything you want to be”. Tuhan telah memberikan karunia kepada setiap manusia, tetapi tidak ada seorang pun memiliki setiap karunia tersebut. Setiap orang tua seharusnya mengajarkan kepada anak-anaknya untuk berjuang dengan keunggulan yang mereka punya untuk melakukan yang terbaik karena Tuhan telah memberikan bakat dan ketrampilan kepada mereka.
Orang tua berdalih bahwa apa yang mereka lakukan adalah demi kebaikan si anak untuk melindungi mereka dari informasi yang tidak benar ataupun yang menyakitkan, meskipun secara tidak langsung menggunakan sedikit kebohongan. Akan tetapi, mereka tetap melarang anaknya untuk tidak berbohong karena berbohong itu dosa. Bagaimana jika seorang ayah menyuruh anaknya untuk mengangkat telepon dan mengatakan bahwa ayahnya sedang tidak ada di rumah, padahal sudah jelas ayahnya ada di rumah? Perilaku-perilaku ini jelas akan mempengaruhi perilaku dan emosi dari si anak, baik sekarang ataupun ke depannya.
Konsekuensi dari metode pengasuhan ini tentu saja ada efek positif dan negatif. Jika seorang anak mengetahui bahwa ayah dan ibunya berbohong, mungkin suatu saat nanti anak tersebut akan kehilangan kepercayaannya pada kedua orang tuanya dan menganggap bahwa bohong itu diperbolehkan karena orang tua mereka juga melakukannya. Anak secara alami belajar menerapkan ketidakjujuran seperti yang mereka dapat dari orang yang lebih tua. Namun, untuk beberapa kasus, metode ini memiliki dampak yang positif bagi anak, seperti menumbuhkan rasa percaya dirinya dengan memuji hasil karyanya dengan memberi semangat bahwa ia telah berusaha, mengajarkan anak untuk sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua. Mungkin memang benar jika ada yang berpendapat bahwa cara ini salah, karena seharusnya sebagai orang tua, haruslah mengajarkan dari kecil anak untuk bicara dan berlaku jujur. Paling tidak dimulai dari jujur terhadap diri sendiri, sehingga anak akan tumbuh dengan emosi yang positif.
Ini sedikit pendapat saya mengenai Pinocchio Parenting, sedikit yang saya dapatkan dari mata kuliah Pengembangan Karakter. Saya pribadi mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, karena ilmu yang saya dapat belum seberapa. Terima kasih atas perhatiannya dan selama menikmati :)
jadi ingat juga satu metode yg 'katanya' salah tapi sering terjadi.
ReplyDeletemisalnya ketika seorang anak jatuh tersandung meja/kursi lalu dia menangis, kemudian sang ibu datang dan langsung memukul kursi/meja tadi sambil berkata menyalahkan kursi/meja: "aduh.. kursi/meja nakal, berani2nya bikin ank ku menangis"
dlm psikologi anak, dia akan merasa selalu dilindungi dan merasa benar krena selalu dibela oleh orang tuanya. Ke depannya anak menjadi pribadi yg egois dan selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya.
hhaha cuma sharing skalian ceh.. :p
Silakan berkunjung di http://febrika.co.cc/
ReplyDeletemakasih ya buat yang udah baca. buat ka tito, itu mah kayanya setipe sama pinokio tea hahahaha
ReplyDelete