Ketika Teknologi Menjadi Raja dalam Sebuah Insiden

8:23 PM Nova Zakiya 5 Comments

Hi!

This is the word I can say after long day in newsroom. Kita semua tahu tragedi ledakan di MH Thamrin, Kamis siang (14/1), yang sempat menghebohkan semua warga Indonesia, khususnya warga Jakarta, dan meramaikan media sosial. Saya pribadi mengucapkan turut berbelasungkawa terhadap korban, baik yang tewas maupun yang luka dalam insiden ini. Dan kehebohan itu juga terjadi di newsroom tempat saya bekerja. 

Kebetulan minggu ini, saya incharge di program berita dan kriminal yang tayang dari jam 10.30 hingga 12.00. Saya sudah di kantor sejak pukul 7 pagi. Semua berjalan seperti biasa. Menyiapkan naskah, dubbing, mengawal editan, membuat paket berita. Semua berjalan lancar. Sekilas melihat di deretan televisi yang ada di newsroom tengah menyiarkan wakil presiden kita bersaksi untuk salah satu tersangka kasus korupsi.

Siaran pun dimulai. Paket berita saya sudah sedikit lagi selesai. Di tengah aktivitas itu, tiba-tiba beberapa produser heboh akan adanya ledakan di kawasan Sarinah. Lalu foto pun bermunculan. Semua mencari tahu. Belum ada yang membuat berita itu ada di situs berita online. Kami mencari tahu dari grup-grup jurnalis. Lalu terdengarlah kabar ada ledakan susulan beserta baku tembak. Ada perlawanan dari pelaku. Foto dan video kian beredar viral. Kami pun mengubah siaran hari itu jadi membahas berita yang aktual, yang terjadi saat itu. Semua paket berita di bawahnya rontok berganti dengan insiden ledakan di MH Thamrin. 

Satu per satu televisi yang tadinya sedang menyiarkan sidang berubah menjadi breaking news. Banyak kabar berseliweran di media sosial yang entah dari mana datangnya. Di grup WhatsApp misalnya, ramai akan pesan pesan berantai mengenai kasus ledakan lah, yang kemudian dibilang ada susulan di beberapa titik karena pelaku melarikan diri. Semuanya baru sebatas dugaan. Namun, teknologi adalah raja saat itu. Sebagian besar mempercayainya. Sebagian besar panik dan takut.

Saya dan produser saya pun mencoba menghubungi teman-teman yang ada di lapangan dan di lokasi yang dikabarkan ada susulan ledakan seperti Palmerah dan Semanggi. Saya menelepon beberapa teman saya yang ada di Palmerah, mereka mengatakan semua baik-baik saja. Tidak ada sesuatu yang terjadi. Well said, ini hanya gosip belaka untuk menambah kepanikan warga.

Foto dan video kejadian terus beredar. Banyak darah dimana-mana, yang entah mengapa orang tega untuk menyebarkannya. Mungkin akan menjadi wajar jika foto dan video ini beredar di grup jurnalis saja, karena bagaimanapun ini bahan berita kami (yang tentu saja ada bagian-bagian yang harus diblur). Namun ternyata, teknologi dapat membuat foto dan video menyeramkan ini lebih viral beredar luas. 

Saya berusaha senetral mungkin dan tidak mengikuti arus kepanikan dalam membuat materi bersama produser saya. Jika belum terkonfirmasi, produser memilih untuk tidak menayangkan. Banyak kata diduga diduga dan diduga hari itu. Karena kabar begitu cepat menyebar.

Dan siaran saya diperpanjang hingga jam 5 sore karena terus meng-update kejadian ini. Makan siang dan sholat aja ganti gantian. Semua kerja ekstra menyiapkan materi. Hectic-nya super sekali! Cek sana sini untuk mendapat informasi yang benar. Bertukar pikiran dengan sesama jurnalis 'sekolah lain' sembari mengecek kebenaran berita. 

Jakarta siaga satu rupanya sampai di kawasan kantor saya. Sewaktu makan siang kami mencari makan ke luar kantor, Starbucks belakang kantor sudah tutup, dipulangkan lebih awal. Pintu belakang banyak ditutup karena minim penjagaan, takut ada orang asing yang bebas keluar masuk. Yang lebih menyedihkan, makanan warteg pun pada habis hahaha (maklum baru turun cari makan sekitar jam 2 siang). 

Kemudian muncul kembali himbauan untuk tidak menggunakan hashtag PrayforJakarta, karena dianggap bisa membuat kabur para investor asing dan membuat rupiah kembali melemah. Hashtag pun berubah menjadi #JakartaAman #KamiTidakTakut. Dan ini sangat cepat berganti. Lagi-lagi, teknologi. Padahal belum terbukti hashtag tersebut berpengaruh terhadap perekonomian. Ya, coba mari kita pantau kembali.

Sore menjelang malam, muncul kisah heroik pak satpam Sarinah yang katanya membawa pelaku ke pos polisi karena membawa barang mencurigakan saat akan masuk gedung Sarinah. Dan ini menyebar amat sangat cepat di media sosial. Netizen terenyuh akan kisah heroik ini. Sayangnya, ini tidak nyata. Berdasarkan pantauan tim di lapangan, tidak ada satpam yang menjadi korban dalam insiden ini. Dan cerita ini pun dibantah oleh pihak gedung Sarinah. Setahu saya pun, insiden ini menyasar Menara Cakrawala, bukan terjadi di Gedung Sarinah. Lagi-lagi, teknologi memegang kendali.

Saya pribadi tidak membuka media sosial hari itu, seperti Path, Twitter, ataupun Line. Bisa nyentuh WhatsApp saja Alhamdulillah. Lebih Alhamdulillah nya lagi saat pulang kantor, hp saya mati jadi di rumah saya bisa tenang tanpa membuka medsos. Sudah kenyang dengan jarkoman foto dan video kejadian, kisah-kisah di sekitar lokasi kejadian (ada yang benar ada yang hoax), aksi heroik para polisi baku tembak, tentang siapa pelakunya, tentang dugaan ISIS sebagai dalang semuanya, tentang polisi ganteng yang membuat netizen yang kembali beramai-ramai membuat hashtag #KamiNaksir, tentang para pedagang yang berani berjualan di sekitar lokasi kejadian (semoga rejeki mereka menjadi berkah karena telah membantu menghilangkan haus dan lapar teman-teman yang bertugas), pengalihan isu dan segala macam tentang kejadian hari itu. Ya, terlalu banyak isu-isu besar yang terjadi kala itu, yang kemudian tenggelam digantikan dengan kasus ledakan ini. Sebut saja, kasus kematian Mirna, Allya Siska karena chiropractic, sidang kesaksian, freeport lah, tangkap tangan KPK, gafatar dan segala rupa isu yang ada. Yang jelas, mungkin pelaku tahu hari itu, terlalu banyak kasus yang dikawal oleh polisi. Kita kembali diuji untuk menyaring segala informasi yang ada.

Hingga hari ini pun, masih banyak informasi printilan yang beredar. Kejadian semacam ini memunculkan orang yang seolah-olah berada di lokasi kejadian, menyebarkan foto dan video beserta cerita. Yang harus kita lakukan adalah:
  • Cerdaslah dalam memilah informasi. Jangan asal forward sana-sini jika belum terbukti kebenarannya. Karena ini hanya menimbulkan kepanikan semata. Ini saya alami kemarin di salah satu grup WhatsApp (bukan grup jurnalis). Mereka heboh dengan ledakan yang katanya berada di Palmerah. Saya menekankan sekali lagi itu belum terkonfirmasi karena saya sudah menghubungi rekan di sana. Namun, informasi saya tertimpa dengan informasi berikutnya yang entah darimana asalnya, yang mematahkan informasi saya. Selanjutnya, saya mute itu grup karena susah dibilangin.
  • Jangan sembarang mengunggah foto atau video di media sosial. Apalagi yang berdarah-darah. Jika posisi kalian ada di keluarga korban, ikhlaskah foto mereka disebar di media sosial? Demi apapun, mengunggah foto berdarah hanya akan menimbulkan kengerian belaka, yang memunculkan energi negatif dalam diri kita
Kedua poin itu sudah cukup membantu sebenarnya. Sayangnya, orang kita latah media sosial. Sedikit sedikit pos biar update. Lalu kami mencari kebenarannya. Lalu ternyata hoax. Hetdah.

Teknologi membuktikan bahwa dirinya berkuasa kemarin. Semua orang memuja teknologi melalui smartphone mereka, menuruti perintahnya untuk menyebar informasi, meski belum terkonfirmasi. Gemas *elus dada*

Mungkin ini bisa menjadi pelajaran agar kita dapat menggunakan teknologi dengan sepintar mungkin, tidak asal dalam menyebar informasi yang belum terbukti. Ya, semoga saja tidak ada kejadian serupa yang menimpa bumi pertiwi lagi.

Sekilas mengenai terorisme, seorang teman menjawab ketika saya bertanya apa alasan mereka melakukan teror dan bom semacam ini. Ia menjawab, "mereka membela Allah. Pertanyaan selanjutnya, Allah mana yang mereka bela itu yang tidak kita tahu." Ucapan itu diucapkan oleh teman saya yang nasrani. Jadi, segala tindak terorisme tak ada hubungannya dengan salah satu agama (dalam hal ini Islam), karena agama saya tidak mengajarkan kekerasan semacam ini. Entahlah. Doa saya, semoga Allah melindungi kita semua dari maksiat yang ada.

Akhir kata, jadilah pribadi yang cerdas dalam menggunakan teknologi. Jangan latah sebarin info apalagi meme biar dibilang kekinian dan mengikuti perkembangan. Salam dari kami para jurnalis yang hobar-habir di ruang redaksi.

- Za -

5 comments:

  1. dann kebetulan banget aku kemarin lagi mantengin twitter. jadilah ampe mau tidur terperangkap di sana hahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. gapapa terperangkap di twitter, daripada terperangkap di kantor karena program di-extend 5 jam hahahaha

      Delete
  2. Karena semua akan menjadi sebuah keniscayaan ketika smartphone dikuasai oleh orang (yang maaf) kurang smart, smart dalam arti bersikap atau dalam menggunakan media sosialnya...
    dan soal pengaruh perekonomian, biasanya hastag akan berefek tergantung seberapa besar itu dampak ledakan, karna para investor pun terkadang tak asal menelan bulat-bulat berita ataupun tagar yg ada di medsos, biasanya tiap investor ada divisi yg khusus mengamati medsos dan teknologi.

    salam kenal dari saya, ini kunjungan pertama di blog ini.
    Salam kenal

    sastraananta.blogspoto.com :)))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali. Orang latah mem-forward pesan-pesan tersebut supaya dapat predikat up-to-date-people. It was my opinion. Mungkin kita patut bersyukur, karena hashtag yang beredar sewaktu insiden tidak terlalu berpengaruh pada perekonomian negara. Hehe

      Anyway, terima kasih atas kunjungannya. Salam kenal juga :D

      Delete
  3. insiden yang tak bisa dielakkan lagi yah jeng

    ReplyDelete