BYE 2017, HELLO 2018!

12:57 PM Nova Zakiya 0 Comments

Sempet mikir buat nggak ikut ikutan bikin postingan mainstream di akhir tahun, eh malah bikin juga akhirnya. Hahaha. Terlalu banyak cerita di tahun ini yang mungkin kalau nggak ditulis malah bikin lupa (baik kisahnya maupun pembelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut. Cie!).
2017 menjadi tahun yang lumayan ‘jungkir balik’ buat saya. Posisi baru dan pembelajaran baru. Ditinggalkan oleh teman seangkatan namun di sisi lain juga mendapat teman teman baru. Banyak bertemu orang baru di kejadian-kejadian yang 'wow', termasuk tokoh-tokoh yang berkepentingan memimpin negara yang saya tempati. Bagaimana merajut mimpi bersama teman-teman sepemikiran. Senang, sedih, kecewa, marah yang kadang bercampur di satu moment. Jadi di postingan kali ini, saya akan highlight apa saja moment yang patut diingat dan menjadi pembelajaran di tahun berikutnya. Mungkin. Hahaha.

Resmi Menjadi Reporter
Kalau saya pernah cerita (mungkin), per November 2016, saya ditawari untuk ‘pindah’ menjadi reporter. Sebelumnya saya merupakan bagian dari tim riset. Perjanjiannya, 3 bulan saya berdiri di ‘dua kaki’, lalu setelahnya saya dibebaskan memilih antara menjadi reporter atau tetap di tim riset. Tapi kenyataannya, Desember 2016, saya sudah dilepas full menjadi reporter (nama saya sudah tidak tertera di tim riset lagi huff) dan Januari 2017, Surat Keputusan (SK) Reporter saya turun. Beberapa teman yang berada di redaksi bilang kesempatan ini jangan disia-siakan, supaya ilmu saya lengkap. Mencari berita langsung dari sumbernya, bukan cuma modal googling di internet, seperti yang saya lakukan di tim riset. Akhirnya keputusan ini saya terima dengan lapang dada dan orangtua saya pun akhirnya menerimanya.
LOT yang pertama!
3 Januari 2017 menjadi hari pertama saya tampil di layar kaca dalam bentuk live on tape (LOT). Jangan tanya berapa kali take, yang jelas belasan. Momennya di Sidang Ahok di Kementerian Pertanian, jaman-jaman Ahok didera masalah ‘dugaan’ penistaan agama. Dua bulan setelahnya, tepatnya 8 Maret 2017, saya live. Bukan LOT, tapi literally live. Waktu itu momennya banjir di daerah Kebon Pala kalau nggak salah. Aduh saya nggak ngerti lagi harus gimana, karena show must go on. Saya sampai bikin naskah apa saja yang harus saya laporkan, bener bener naskah panjang. Tapi lama-lama, saya memilih untuk membuat pointers, walaupun deg-deg-an-nya masih aja ada sampai sekarang. Dan saya lebih nyaman membuat pointers tersebut di note kecil yang selalu saya bawa liputan ketimbang di HP. Hehe.
Live pertama yha~
Tapi nggak selamanya jadi reporter itu gampang-gampang aja. Ada rasa senang ketika narasumber mudah didapat dan liputan tayang sesuai dengan yang kita inginkan. Tapi tak jarang ada rasa kecewa dan marah menyelinap ketika beberapa liputan yang sudah kita buat susah payah, ‘dirusak’ begitu saja saat sudah dikemas menjadi sebuah tayangan.
Waktu liputan bikin kain shibori nih hihi
To be honest, ada satu momen dimana saya merasa sangat marah, hasil kerja keras saya, data dan fakta yang saya dapat di lapangan, kalah dengan sebuah ‘opini pribadi’ dan menjadi liputan yang (saya pikir sangat) tendensius. Gimmick saya saat liputan ditafsirkan berbeda. Narsum saya, yang saya dapatkan dengan susah payah, meminta pertanggungjawaban saya, mengapa beritanya menjadi memojokkan mereka dan tidak sesuai dengan data yang mereka punya. Ketika saya meminta penjelasan dengan yang ‘di atas’, jawabannya sungguh mengecewakan. Voxpop (vox populi = suara/pendapat masyarakat) dianggap tidak mewakili masyarakat. Saya dianggap tidak menggunakan logika, padahal fakta di lapangan tidak menunjukkan hal yang demikian.
Di titik tersebut saya sempat merasa ingin menyerah. Saya selalu berpegang pada prinsip, bahwa membuat berita harus bisa meng­-cover dari dua sisi, dan ini saya lakukan pada liputan saya yang satu ini. Entahlah, mungkin ilmu saya memang masih remah-remah, berbeda dengan mereka yang sudah puluhan tahun bekerja di media. Saya menganggapnya sebagai sikap kritis yang salah tempat. Tapi satu teman saya yang berada ‘di atas’ juga, menguatkan saya. Ia menjadi satu-satunya orang yang sejalan dengan pemikiran saya, bahwa tayangan tersebut sangat tendensius. Anggap saja ini sebagai kerikil karena nggak selamanya hidup berjalan dengan mulus. Yang penting, jangan karena kejadian ini, saya jadi tidak maksimal dalam bekerja. Apapun yang terjadi, saya harus maksimal. Karena jika mereka ‘tidak bisa menilai’, yakinlah bahwa akan ada orang lain yang bisa menghargai kerja keras kita. Ya terkadang akal sehat memang bisa dikalahkan dengan apa yang bernama kekuasaan. Tapi Alhamdulillah, saya bisa bertahan sampai sekarang. Hehe.

Ditinggal Teman Seangkatan
Farewell Happy :(
People will come and go. Kurang lebih seperti itulah kalimat yang menggambarkan tahun ini. Saya masuk di tahun 2014 dan di tahun 2017, sebagian besar teman-teman seangkatan saya (bahkan teman se-geng saya sudah semuanya) sudah resign dan menemukan jalan rezeki mereka yang baru. Sedih? Iya. Merasa sendirian? Iya banget. Tapi di sisi lain, saya bahagia mereka bisa berkembang di tempat lain. Kadang terselip rasa iri, kapan saya juga bisa resign? Hahaha.
Geng Sekte yang hanya tersisa saya di kantor. Ini tim riset library yang hobinya sama. Sama sama doyan jajan haha
Atasan pertama saya, Mas Agus, yang juga resign di tahun ini kemudian berpesan kepada saya. Kurang lebih begini bunyinya:
Resign itu hal yang lumrah karena semua orang butuh berkembang, butuh maju. Yang pasti, resign lah disaat kita berada di atas, bukan di saat kita ada masalah. kalau kantor kita sendiri nggak menghargai kemampuan kita, itu tandanya orang lain di luar sana yang akan menghargainya,”
Belum sempet jalan liputan sama campers yang satu ini, eh udah cabut duluan aja. Huff
Yang saya yakini, tahun ini berarti rezeki saya masih disini dan memang saya masih harus banyak belajar di tempat ini. Hihi.

Bertemu Teman Seper-GHIBLI-an
Teramat menyenangkan bisa berkumpul dengan mereka! Padahal sebelumnya kita nggak saling kenal haha
Tau rasanya ngefans sama sesuatu nih, tapi temen-temen di sekitarmu nggak suka sama itu, bahkan cenderung nggak tau? Itu yang saya alami dari dulu HAHAHA. Saya suka Studio Ghibli, terlebih suka sama Totoro. Tapi temen-temen saya nggak ada yang tau Ghibli itu apa, Totoro itu binatang apa. Haha. Makanya saya bilang beruntung tahun ini saya bertemu dengan orang-orang yang memang sama ngefans-nya dengan Ghibli berkat Project Ghibli.
Kami membuat bekal roti yang dilukis Totoro yeay!
Waktu itu, di Instagramnya, mereka bilang mau ngadain mini gathering yang sontak langsung saya DM untuk daftar. Dan akhirnya saya bertemu dengan mereka, ngobrol soal kenapa suka Ghibli dan semua-mua-nya tentang Ghibli dan nyambung satu sama lain. Teramat menyenangkan, guys!

Dinas Luar Kota (DLK) Pertama
Bersama temen temen media dan Kakorlantas Polri usai meninjau kesiapan jalur tol untuk mudik hihi
Perjalanan dari Surabaya-Jakarta bersama tim NTMC Polri menjadi pengalaman DLK saya yang pertama sejak menjadi reporter. Bersama teman-teman di media lain, saya meninjau kesiapan jalur mudik dari Surabaya sampai Jakarta, dari 13-15 Juni 2017. Kita berpindah dari tol satu ke tol lain yang memang belum jadi tapi akan difungsikan sebagai tol fungsional saat mudik nanti. Ini dilakukan agar macet yang kerap terjadi saat mudik bisa diurai sehingga mudik menjadi lancar. Yay! Hehe.
Di tengah panas terik yang banyak retake pas bikin LOT. Hahaha
Karena masih bulan puasa, acara peninjauan jalan tol nya selalu selesai di sore hari. Malamnya sudah di hotel dan saatnya untuk rough-cut dan dikirim ke kantor. Plus naskahan juga. Jadi tetep aja kerjanya seharian. Haha.

Maxis Wedding Organizer
Maxis team di nikahannya Ias Fildza. Konsepnya outdoor. Seru deh!
Alhamdulillah banget tahun ini, nama Maxis sudah lumayan dikenal meski belum seberapa. Dari yang awalnya klien temen-temen di lingkaran kita, tahun ini mulai bertambah nggak hanya orang orang di inner circle kita. Event yang kita pegang pun Alhamdulillah mulai bertambah dibandingkan tahun sebelumnya.
Maxis Team di nikahannya Fifin Ganjar di Bogor. Nggak sempet foto di pelaminan, akhirnya kita foto di booth aja 
Tapi tentu saja ini berarti kita harus banyak belajar lagi. Di setiap event selalu ada cerita yang bikin kita belajar agar ke depannya menjadi lebih baik. Dan semoga di tahun berikutnya, kami bisa menjadi lebih baik lagi.

Ghibli Exhibition
Pengen dibawa pulang Totoro-nyaaa
Sebagai penggemar Ghibli, tentu satu wishlist saya adalah bisa berkunjung ke Museum Ghibli di Mitaka, Tokyo. Sayangnya, saya belum ada kesempatan kesana tahun ini. Tapi jangan sedih, saya berhasil bertemu Totoro dalam ukuran aslinya di Jakarta. Yup! The World of Ghibli Jakarta lah yang mengadakan Ghibli Exhibition pada Agustus – September kemarin, di Ritz Carlton Pacific Place. HTM-nya memang lumayan sih, 300K tapi sebanding dengan apa yang ada di dalamnya. Apalagi saya dapat kompensasi datang 2 kali karena saat awal saya datang di tanggal yang saya beli, belum semua replika selesai dikerjakan.
Percaya atau ngga, nekobasu ini fluffy bangeeet
Rasanya mau nangis pas masuk ke dalam, baik di area sejarahnya, poster-posternya, bahkan sketsa di masing-masing filmnya serta trailer semua filmnya. Tapi area yang saya sebutkan tadi merupakan area yang tidak boleh difoto. Pengunjung baru boleh mengabadikan momen ketika masuk di area 3D yang berisi replika bangunan, tempat dan tokoh yang ada di semua film Ghibli. Daaaaan semuanya persis banget, bahkan hingga detail-detail terkecil. Maklum, para arsitek yang semuanya berasal dari Indonesia ini sebelumnya diberi pelajaran langsung dari Studio Ghibli Jepangnya. Keren kan :’)
Secara mendadak sebelum pulang rezeki ketemu Kaonashi alias No Face!

Nonton Konser Cigarettes After Sex
Akhirnya saya nonton konser band luar! Hahaha. Norak sekali. Hahaha. Selama ini, setiap saya pengen nonton konser band luar, selalu terhalang sama ‘nggak ada temennya’. Maklum, selera musik saya agak berbeda dengan yang lain. Contoh kaya waktu itu pengen nonton We The Fest pas ada RĂ¼fĂ¼s, temen-temen saya nggak ada yang suka dan bahkan nggak tau itu band apa. Mau nekat sendiri juga agak keki sih dulu.
Sebenernya tahun ini bimbang antara mau nonton We The Fest yang kebetulan ada Zhu, terus Vallis Alps juga atau nonton si Cigarettes After Sex ini. Tapi dipikir pikir, kapan lagi CAS dateng ke Indonesia? Apalagi yang suka juga nggak sebanyak band-band lain. Dan di konser kali ini, ada Dian yang menemani saya karena kita sama-sama ngefans lagunya si CAS ini. Hihi.
*note: konser Cigarettes After Sex ini saya ceritakan secara lengkap disini. Baca ya! Hihi

Fellowship Jurnalis MRT Jakarta 2017
Tahun ini memang saya mencoba untuk mulai ‘keluar’ dan mencoba hal-hal baru, salah satunya dengan ikut fellowship MRT Jakarta ini. Alhamdulillah saya terpilih menjadi satu dari 20 jurnalis lain yang berkesempatan ikut kelas di MRT Jakarta. Ada 5 kelas dan 1 kunjungan lapang yang saya ikuti. Tentu saja ada tugasnya yang nanti akan dipilih 3 orang untuk studi banding ke Jepang. Namun saya belum beruntung untuk lolos ke Jepang.
Tapi banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Salah satunya, di tugas ini, saya betul-betul mengonsepkannya sendiri (ditambah masukan dari beberapa teman terdekat sih hehe), mulai dari membuat TOR, menyusun treatment liputan, sampai akhirnya mengawal editing untuk menjadi sebuah tayangan (tentu saja sudah disunting oleh produser yang saya pilih).
*note: cerita soal Fellowship MRT Jakarta ini bisa kalian baca disini ya!

Jokowi Mantu
Kenang-kenang photo booth di nikahannya Kahiyang-Bobby yeay!
Jakarta-Solo-Jakarta-Solo menjadi makanan saya di awal November 2017 demi meliput pernikahan putri Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution. Sebuah ke-mendadak-an yang hakiki di akhir Oktober pas saya masih liputan demo kemudian ditelpon teman saya yang mengabarkan saya berangkat ke Solo besok paginya. Atasan saya baru memberi kabar pasti pas Maghrib. Alhasil, tanggal 1-3 November 2017, saya belanja materi untuk ditayangkan saat hari pernikahannya di tanggal 8 November 2017. Mulai dari bertemu vendor rias, kereta kencana, gedung sampai ngobrol dan nongkrong di angkringan deket rumah Ibunya Presiden Jokowi.
Namanya Pak Anwar, beliau tim kereta kencana yang jadi langganannya Presiden Jokowi dari jaman Jokowi jadi walikota Solo. Ramah banget orangnya dan mau berbagi ilmu
Di tanggal 6 November 2017, saya berangkat lagi ke Solo. Kali ini untuk liputan sampai di hari pernikahannya. Timnya lebih banyak. Saya dan Mario (reporter satunya) pun berbagi tugas. Mulai dari live, LOT, doorstop narsum, dll. Karena seringnya kami nongkrong di media center deket Graha Saba (disediakan oleh Mas Gibran) dari pagi sampai malam, kami nggak sempet jalan-jalan dan explore Solo. Sampai di hotel aja kita langsung tidur saking capeknya. Tapi saya merasa belum maksimal sih, masih banyak yang harus saya pelajari untuk event seperti ini rupanya. Hehe.
Ngaso di media center setelah hobar habir liputan di Graha Saba. Yayaya~

Menjadi Narasumber
Deg-deg-an sih awalnya. Tapi kalo minta retake juga kasihan. Hehe
Satu hal yang tidak saya duga tahun ini adalah menjadi narasumber di sebuah program. Di minggu-minggu awal bulan November, salah satu kru Binus TV, Septrani, menghubungi saya dan meminta saya menjadi narasumber di programnya. Topiknya soal karir di TV saya dan juga aktivitas blogging yang saya lakukan. Di awal saya langsung bilang bahwa saya masih remah-remah. Ya memang kan, masih sedikit ilmunya haha. Cuma memang nggak ada salahnya untuk berbagi pengalaman sih. Jadi saya iyakan untuk menjadi narasumbernya. Pun saya tau rasanya ditolak narasumber itu seperti apa. Haha.
Thank you for having me, Binus TV!
Meski jawabannya mungkin masih remah-remah dan saat itu saya masih pilek (jadi suaranya agak bindeng), semoga bisa memberi manfaat buat yang lain. Kali ya. Hihi. 


Memantau Papa
Satu hal yang menyenangkan menjadi tim di lapangan adalah bisa menjadi bagian langsung dari sebuah peristiwa. Tentu ini yang tidak bisa saya dapatkan di 2 tahunan awal saya bekerja di balik layar. Dan entah kenapa, di banyak momen yang terjadi tahun ini, di Jakarta khususnya, saya paling senang menjadi bagian dari kasus Papa alias Setya Novanto. Ya dulu memang paling seneng liat dan pengen jadi wartawan di KPK sih. Hihi.

Mulai dari memantau ‘papa’ di RS Medika Permata Hijau pasca kecelakaan, lalu berulang nongkrong di KPK sampai sore setelah dokter dari IDI menyatakan papa sehat dan tidak membutuhkan rawat inap sehingga papa akhirnya ditahan di Rutan KPK dan mulai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, praperadilan jilid kedua yang dilayangkannya, sampai pada akhirnya berkas sudah lengkap dan masuk ke persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Ketika angin datang tanpa permisi saat live :(
Ada rasa bangga sekaligus gemas melihat drama yang terjadi di kasus papa ini makanya saya senang bisa liputan langsung kasus ini. Sidang sendiri masih berlanjut sampai tahun depan, saya tidak tahu apakah saya masih berkesempatan untuk mengikuti kasus ini secara langsung karena per bulan depan, saya kena rolling program. Huff.

Soal Resolusi 2018
Kalau highlight di tahun 2017 sudah habis, artinya kita masuk ke resolusi 2018, tentang apa saja yang ingin kita capai di tahun depan. Kalau dibilang apa saja yang ada dalam daftar resolusi saya di tahun mendatang yang tinggal hitungan jam lagi, saya akan bilang banyak, tapi cukup saya tulis di journal aja, bukan disini haha. Yang jelas, di tahun depan, saya pengen bisa jadi lebih baik dan lebih bermanfaat lagi buat orang lain (mungkin lewat tulisan saya di blog hihi), terus juga nggak gampang emosi dan kurang kurangin gampang kecewa. Ya ujungnya melanjutkan wishlist tahun sebelumnya yang belum tercapai. Tapi bisa nggak ya di tahun depan? Hahaha.

Banyak hal baru yang menanti di tahun depan. Apapun itu sih kayanya semuanya tetep butuh usaha yang maksimal ya! Kalau resolusimu tahun depan apa?

XOXO!

Za

0 comments: